Seminar for Charity: My Parents, My Hero





Maraknya video kasus bullying dan kekerasan yang terjadi belakangan ini  telah memunculkan respon negatif pada publik. Faktanya, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), saat ini kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari 2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan, yakni sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar (Republika, Rabu 15 Oktober 2014).

Aktivitas bullying bukanlah muncul secara tiba-tiba, melainkan ada proses panjang yang melatarbelakanginya, sehingga perlu penanganan yang komprehensif dan  pendekatan holistik. Dengan banyaknya kejadian bullying, baiknya kita mengedepankan aspek preventif, yakni melalui media ‘pendidikan karakter’. 

Selama beberapa tahun terakhir, pendidikan karakter memang sempat menjadi isu utama dalam dunia pendidikan kita dan sudah ditekankan dalam kurikulum 2013. Namun harus diakui, implementasinya di lapangan masih cukup lemah. Internalisasi nilai-nilai karakter yang semestinya dimiliki oleh anak-anak bangsa- masih bersifat parsial. 

Menurut seorang praktisi pendidikan, Prof Suyanto Ph.D,  karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Pendidikan Karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.

Siapa yang bertanggung jawab dalam pendidikan karakter ini? Kurang bijak rasanya jika persoalan yang sangat penting ini sepenuhnya diserahkan kepada pihak sekolah dan juga pemerintah. Peran orang tua dalam institusi kecil bernama keluarga merupakan faktor kunci terhadap pendidikan karakter anak-anak kita. Orang tua tidak boleh lepas tangan dari tanggung jawab berat ini. Bagaimanapun, komunikasi dan pola didik orang tua akan sangat berpengaruh terhadap kejiwaan dan masa depan anak. Karena itu, dasar pendidikan karakter ini sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age). Pada rentang usia tersebut, penanaman nilai-nilai terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia empat tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia delapan tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak dan sekali lagi peran orang tua menjadi kuncinya.

Setelah mendapatkan nilai-nilai dasar tentang karakter dari lingkungan keluarga, barulah kemudian masuk pada peran institusi pendidikan yang sering kita sebut sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di TK, peran guru menjadi sangat penting. Ia menjadi role model bagi anak-anak dalam bersikap dan berinteraksi dengan lingkungannya. Di samping peran orang tua dan institusi pendidikan, faktor dukungan dari pemerintah juga penting melalui kebijakan, regulasi, dan anggaran untuk menjadikan pendidikan karakter ini sebagai salah satu program unggulan. Pendidikan karakter diyakini akan mampu menumbuhkan semangat kebersamaan, disiplin, saling menghormati/menghargai, budaya malu, tanggung jawab, dan nasionalisme. Nilai-nilai itulah yang saat ini kita perlukan sebagai bangsa. Sejarah mencatat bahwa kemajuan dan keunggulan suatu bangsa bukan ditentukan oleh faktor kekayaan sumber daya alam tetapi lebih pada aspek sumber daya manusia yang memiliki karakter kuat. 

Sejalan dengan Visi Light of Women untuk menciptakan generasi yang lebih baik, dalam kesempatan ini Light of Women menyelenggarakan sebuah acara seminar bertemakan “My parents My Hero”. Selain memberikan manfaat bagi para pendidik dan orang tua, acara ini pun diselenggarakan untuk mendukung program pemberdayaan perempuan untuk perempuan dari golongan pra-sejahtera yang tinggal di daerah perkumuhan. 

Profit dari acara ini akan dialokasikan untuk menyewa rumah pelatihan yang lebih memadai di daerah Senen, Jakarta Pusat. Kegiatan kelas memasak dan handicraft yang diselenggarakan di Rumah Pelatihan Perempuan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial di kalangan perempuan pra-sejahtera. Melalui kegiatan unit bisnis, Light of Women mencoba meningkatkan perekonomian rumah tangga sehingga mereka bisa meningkatkan standar hidup yang lebih baik.


Berikut cuplikan materi yang akan dibawakan oleh para pembicara 'My Parent, My Hero':

Ely Susanti
Ely Susanti, sebagai host dari seminar My Parents, My Hero akan memberikan informasi kepada para pendidik atau orang tua dalam memahami atau mengenal karakter anak mereka, menumbuhkan rasa aman, dan mengenali potensi baik dan hal-hal yang perlu diwaspadai pada anak.

Sifra Susi Langi
Membahas mengenai pentingnya teladan 'memberi' dalam keluarga, membahas nilai-nilai penting yang perlu ditanamkan oleh para pendidik dan orangtua sejak masa kecil yang kemudian berimplikasi langsung dalam kehidupan sehari-hari dan akan mempengaruhi sikap mental ketika anak beranjak dewasa.

Jenny Tan
Di era digital yang serba gadget, Jenny tan akan memberi tips bagi para pendidik maupun orang tua untuk lebih kreatif mendidik anak. Memaksimalkan peran pendidik dan orang tua serta mengubah dunia digital ini menjadi sebuah kesempatan bagi para pendidik dan orang tua untuk dapat menggali potensi anak-anak mereka.

Lenny Wongso

Mengingat tidak ada sekolah formal untuk bisa menciptakan sebuah sosok orang tua yang ideal, pada kesempatan ini, Lenny Wongso akan membahas mengenai bagaimana mendidik anak dengan teknik komunikasi yang baik dan mengulik kekuatan di balik kata-kata yang digunakan untuk bisa membangun anak-anak. Komunikasi yang baik menjadi salah satu kunci sukses dalam menjalin hubungan sekaligus mendidik anak-anak kita untuk memiliki karakter yang hebat. 

Comments