Finalis 8: #BeraniLebih Sabar Menghadapi Slow Learner


Memiliki murid les yang seorang slow learner membuat saya belajar #beranilebih sabar menghadapi anak-anak. Memang tidak mudah. Tapi ‘tamparan’ dari sahabat saya membuka pandangan saya.

Adalah Kiki, salah satu murid les saya. Seorang remaja perempuan tanggung kelas 7 di sebuah sekolah Islam negeri di kota saya. Parasnya cantik dengan postur tubuh proporsional untuk anak seusia dia.

Kiki sedikit berbeda dari anak sebayanya. Saya menyadari itu setelah beberapa kali pertemuan mendampinginya belajar privat.  Dia termasuk lambat dalam memahami pelajaran. Dan itu membuat saya frustasi pada awal-awal pertemuan.

Betapa tidak. Beberapa kali diterangkan satu materi, tapi setiap kali ditanya dia selalu menjawab tidak tahu. Dan itu berulang kali terjadi.

Bukan hanya lambat dalam memahami pelajaran. Kiki juga dapat dibilang memiliki respon lambat dalam berkomunikasi. Kadang bicaranya kurang jelas, suka belibet (apa ya kata tepatnya?). Membaca teks pun kadang suka missed. Dia juga pemalu dan gampang down.

Sifat kekanak-kanakan di usia remajanya makin  melengkapi rasa senewen saya. Istilahnya, Kiki adalah jiwa kecil yang terjebak dalam tubuh bongsor. Duh, Gustii, macam ingin berhenti saja saya.

Memang setiap anak itu istimewa. Dalam bukunya bahkan Ayah Edy menulis: tidak ada anak bodoh. Dan itu selalu saya sugestikan di diri saya –terutama saat menghadapi Kiki. Tapi di mana-mana cerita selalu senada. Teori indah sering tidak berbanding lurus dengan praktek di lapangan. Jadilah, bila jadwalnya Kiki belajar, serasa enggan kaki saya melangkah *tsaahhh.

Keadaan Kiki yang begitu menguras hati *lebay* membuat saya curhat ke salah satu sahabat saya. Lalu, apa jawaban sahabat saya?

Justru anak seperti Kiki yang harus kamu bantu. Bukan cuma anak-anak yang dari sononya sudah diberi otak encer. Begitu kira-kira kata sahabat saya.

Deg! Telak sekali kata-kata sahabat saya itu.

Sedikit saya flashback. Selama ini murid-murid saya lumayan bisa menyerap pelajaran. Saya tidak perlu usaha yang ekstra untuk membuat mereka memahami materi yang diajarkan. Baru kali ini, saya menghadapi anak seperti Kiki.  

Demi mendengar nasihat dari sahabat saya tadi, kemudian saya berfikir. Iya, ya. Mungkin ini kesempatan buat saya untuk belajar menghadapi ‘anak istimewa’ semacam Kiki. Ada tantangan yang harus saya taklukkan: emosi saya.

Setelah puas curhat dan ngobrol bareng sahabat saya, saya putuskan bahwa saya harus #beranilebih sabar menghadapi berbagai macam karakter anak –terutama yang seperti Kiki. Dan Kiki adalah cara Allah untuk membuat saya belajar #beranilebih sabar secara langsung.

Saya kemudian juga diskusi dengan teman lain yang lebih paham tentang strategi pembelajaran yang bisa saya terapkan dalam menghadapi Kiki. Gegara Kiki pula, saya browsing artikel tentang macam-macam karakter anak pembelajar. Hingga saya menemukan artikel tentang tipe pembelajar slow learner.

Slow learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendahtetapi tidak termasuk anak tunagrahita. Mereka membutuhkan waktu belajar lebih lama dibanding dengan sebayanya. Sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus. Hampir kebanyakan ciri Kiki mengarah ke tipe ini.

Solusinya? Syarat utamanya, saya sebagai guru privatnya harus #beranilebih sabar karena anak seperti ini memerlukan 3-5 kali lebih banyak pengulangan untuk membuatnya benar-benar memahami materi. 

Semoga saya terus #beranilebih sabar menghadapi anak-anak istimewa. Karena ternyata sabar membuat saya lebih bahagia. 

Comments