Finalis 7: #BeraniLebih dari Sekadar Ibu Rumah Tangga dengan 4 Anak

Itulah tantangan saya. Ya, sekitar delapan tahun yang lalu, saya menantang diri saya sendiri untuk #beranilebih dari sekadar ibu rumah tangga biasa. Tidak! Saya tidak memandang sebelah mata pekerjaan ibu rumah tangga. Sebaliknya, pekerjaan tersebut, di mata saya adalah pekerjaan yang sangat mulia dan puncak karir dari seorang wanita. Sebab menjadi ibu rumah tangga itu berarti ‘menandatangani kontrak kerja’ 24 jam setiap harinya, dengan gaji, tunjangan, serta bonus yang tidak tercantum di dalam ‘kontrak kerjanya’. Namun di balik semua itu, ‘hadiah’ yang tidak ternilai menanti ibu rumah tangga di ujung perjuangannya.

Di awal-awal masa pernikahan, saya memutuskan untuk 100% diam di rumah dan mengurus anak-anak. Akan tetapi tanggapan mama tentang keputusan saya, selalu terngiang-ngiang setiap kali saya memantapkan hati untuk itu.

Anak-anak saya

“Kamu mah kuliah teh cuma dapet suami aja. Kalo cuma buat ngurus anak-anak dan diem di rumah aja mah, udah we atuh dulu teh gak usah kuliah. Gak ngeluarin banyak uang meureun mamah sama bapak teh!”

Seperti itulah kira-kira ucapan mama. Tajam dan menohok. Awalnya saya sedih dan kecewa. Tapi ketika dihayati lebih dalam, saya merasa tersadarkan. Ya, maksud mama mengucapkan itu adalah mungkin agar saya bisa lebih memaksimalkan kemampuan saya. Akhirnya, ucapan mama itulah yang memecut saya untuk #beranilebih dari sekadar menjadi ibu rumah tangga biasa.

Berbagai pekerjaan pun saya coba. Menjadi guru les bimbel, berdagang pakaian, trading bursa berjangka, hingga ikut MLM. Tapi kesemuanya tak ada yang membuat saya nyaman. Hingga suatu hari, saya memutuskan untuk menerima pekerjaan kantoran secara full time.

Hidup saya pun mengalami titik belok. Meski hanya bertahan 1,5 tahun, saya mendapat banyak kemampuan dari pekerjaan tersebut, terutama dalam hal menulis secara baik dan benar. Tak hanya itu saja, relasi dan celah yang bisa mengakomodasi ‘rencana karir’ saya pun, saya temukan dari pekerjaan full time saya itu. Sehingga pada akhirnya, saya mantap untuk resign dan memilih bekerja di rumah, yakni menulis.

Kini, karya tulis saya tersebar di mana-mana. Lebih dari 50 buku, ratusan artikel web, puluhan artikel koran, dan puluhan artikel lomba (yang Alhamdulillah bisa menang) sudah saya tulis. Meski tak membuat saya terkenal, saya bahagia karenanya. Sebuah kebahagiaan karena saya berhasil menaklukkan tantangan diri saya sendiri. Menjadi wanita yang tak hanya sekadar ibu rumah tangga dengan 4 anak saja.

Sebagian dari cover buku-buku yang pernah saya tulis dan berisi tulisan saya

Tidak! Saya tidak akan puas sampai di situ saja. Saya akan tetap menulis dan menulis selagi saya bisa. Kapan pun dan di mana pun. Di saat anak-anak anteng bermain; di saat anak-anak sedang tidur lelap; di saat anak-anak sedang belajar; atau bahkan di sela-sela menunggu anak di sekolahnya.

Bukan! Semua pekerjaan itu saya lakukan bukan karena kurangnya nafkah dari suami. Niat saya dalam bekerja di sela-sela waktu mengurus anak dan keluarga, semata-mata untuk kepuasan diri saya sendiri. Ya, ketika saya berhasil menyelesaikan sebuah karya tanpa mengesampingkan tugas rumah tangga, rasanya sangat luar biasa. Dan materi yang didapat, saya anggap bonus lelah belaka.

Yuk wanita Indonesia, kita berdayakan dan maksimalkan potensi kita! Kita bisa menjadi apa saja. Di rumah, di kantor, atau di mana saja. Kita sangat multitalenta, asal kita #beranilebih dari biasanya. Mari berkarya!


-

Comments