Sssttt… Saya sebenarnya
memendam iri lho sama generasi muda sekarang! Saya iri karena remaja sekarang
punya banyak wadah untuk mengembangkan potensinya, seperti adanya beragam
kompetisi, workshop, kelas-kelas menulis, komunitas online, dan sebagainya.
Banyak belia yang sudah berkarya dan mendunia, sementara saya rasanya masih
berdiri di titik yang sama selama belasan tahun.
Dan
sedikit sesal (umm… nggak sesedikit itu sih, agak banyak sepertinya), kemana
ajaaa saya dulu??? Kok rasanya tahun-tahun belia saya terlewat begitu saja
tanpa kesan istimewa dan prestasi. Sepotong momen yang bisa saya banggakan
sebagai “prestasi” (kalau memang bisa disebut prestasi) adalah ketika satu
cerita pendek saya berhasil dimuat di majalah Kawanku tahun 2002 dan saya punya
kesempatan ikut Scriptwriting workshop bersama mbak Key Mangunsong sekaligus
ketemu sama Ijonk yang manis itu.
Lalu,
ketika saya sudah bertahan selama 10 tahun di sanggar menari, tiba-tiba saya
sok berani ambil keputusan untuk keluar dari sanggar dan memilih ikut ekskul
Pramuka hanya karena ikutan temen-temen padahal saya nggak bisa apa-apa. Dua
tahun kemudian saya nangis nyesel abis lihat temen-temen nari di sanggar sudah
pentas skala nasional! Hiks…
Mencoba
bangkit, saya ulik-ulik apa yang paling suka saya lakukan. Menulis ternyata.
Tiap tahun saya minta dibelikan sepaket buku tulis tebal untuk nulis cerita.
Dari cerita nggak jelas, cerita anak-anak sederhana, sampai cerita misteri yang
aneh, semuanya saya coba tulis. Begitu kenal internet, saya coba-coba menulis
di blog, meski berkali-kali “nyampah” dan akhirnya balik menulis tangan dan
menuh-menuhin folder laptop. Sampai kemudian saya #BeraniLebih berani menantang
diri sendiri untuk ikut kompetisi menulis, bukan cuma mengirim tulisan ke
majalah dan kecewa karena jarang dimuat, hehehe…
Kompetisi
besar yang pertama kali saya ikuti adalah kompetisi menulis 7 Deadly Sins dari
penerbit kawakan. Biyuuuhh… kalau diingat perjuangan saat nulisnya… saya nggak
pernah nyesel meskipun nggak menang! Karena saat kompetisi dibuka, saya sudah
ada di pedalaman Kalimantan Tengah, tidur dalam gubuk, tanpa koneksi internet,
harus menempuh perjalanan 7 jam untuk ke ibukota demi browsing cari referensi,
menginap 1-3 malam di penginapan, lalu kembali ke pedalaman. Hasilnya? Lumayan
lah, nama dan “Lilin” saya terekam di Google Search karena masuk list 20 besar
tulisan terpilih. Satu lagi tulisan saya masuk list tulisan terpilih, “Hati Oki
di Daun Maple” dalam kompetisi yang diadakan sebuah penerbit.
Dan
saya keterusan! Tulisan saya lainnya? Belum menang sih, tapi saya pantang
menyerah, hohoho… Yang penting saya menulis, menulis, dan menulis. Yang
terpenting saya akan tetap #BeraniLebih berani menantang diri sendiri untuk
lebih #BeraniLebih produktif menulis. Gagal itu bukan ketika tulisan saya tidak
menang atau tidak dimuat, tapi gagal adalah ketika saya berhenti menulis.
Facebook: Puteri Krisnasekar
Twitter: @krisnasekar
Sssttt… Saya sebenarnya
memendam iri lho sama generasi muda sekarang! Saya iri karena remaja sekarang
punya banyak wadah untuk mengembangkan potensinya, seperti adanya beragam
kompetisi, workshop, kelas-kelas menulis, komunitas online, dan sebagainya.
Banyak belia yang sudah berkarya dan mendunia, sementara saya rasanya masih
berdiri di titik yang sama selama belasan tahun.
Dan
sedikit sesal (umm… nggak sesedikit itu sih, agak banyak sepertinya), kemana
ajaaa saya dulu??? Kok rasanya tahun-tahun belia saya terlewat begitu saja
tanpa kesan istimewa dan prestasi. Sepotong momen yang bisa saya banggakan
sebagai “prestasi” (kalau memang bisa disebut prestasi) adalah ketika satu
cerita pendek saya berhasil dimuat di majalah Kawanku tahun 2002 dan saya punya
kesempatan ikut Scriptwriting workshop bersama mbak Key Mangunsong sekaligus
ketemu sama Ijonk yang manis itu.
Lalu,
ketika saya sudah bertahan selama 10 tahun di sanggar menari, tiba-tiba saya
sok berani ambil keputusan untuk keluar dari sanggar dan memilih ikut ekskul
Pramuka hanya karena ikutan temen-temen padahal saya nggak bisa apa-apa. Dua
tahun kemudian saya nangis nyesel abis lihat temen-temen nari di sanggar sudah
pentas skala nasional! Hiks…
Mencoba
bangkit, saya ulik-ulik apa yang paling suka saya lakukan. Menulis ternyata.
Tiap tahun saya minta dibelikan sepaket buku tulis tebal untuk nulis cerita.
Dari cerita nggak jelas, cerita anak-anak sederhana, sampai cerita misteri yang
aneh, semuanya saya coba tulis. Begitu kenal internet, saya coba-coba menulis
di blog, meski berkali-kali “nyampah” dan akhirnya balik menulis tangan dan
menuh-menuhin folder laptop. Sampai kemudian saya #BeraniLebih berani menantang
diri sendiri untuk ikut kompetisi menulis, bukan cuma mengirim tulisan ke
majalah dan kecewa karena jarang dimuat, hehehe…
Kompetisi
besar yang pertama kali saya ikuti adalah kompetisi menulis 7 Deadly Sins dari
penerbit kawakan. Biyuuuhh… kalau diingat perjuangan saat nulisnya… saya nggak
pernah nyesel meskipun nggak menang! Karena saat kompetisi dibuka, saya sudah
ada di pedalaman Kalimantan Tengah, tidur dalam gubuk, tanpa koneksi internet,
harus menempuh perjalanan 7 jam untuk ke ibukota demi browsing cari referensi,
menginap 1-3 malam di penginapan, lalu kembali ke pedalaman. Hasilnya? Lumayan
lah, nama dan “Lilin” saya terekam di Google Search karena masuk list 20 besar
tulisan terpilih. Satu lagi tulisan saya masuk list tulisan terpilih, “Hati Oki
di Daun Maple” dalam kompetisi yang diadakan sebuah penerbit.
Dan
saya keterusan! Tulisan saya lainnya? Belum menang sih, tapi saya pantang
menyerah, hohoho… Yang penting saya menulis, menulis, dan menulis. Yang
terpenting saya akan tetap #BeraniLebih berani menantang diri sendiri untuk
lebih #BeraniLebih produktif menulis. Gagal itu bukan ketika tulisan saya tidak
menang atau tidak dimuat, tapi gagal adalah ketika saya berhenti menulis.
Facebook: Puteri Krisnasekar
Twitter: @krisnasekar
Comments
Post a Comment