Definisi keren berbeda-beda. Buat
saya, manusia keren adalah mereka yang mengenali mimpinya, membuat target untuk
mewujudkan mimpi, dan akhirnya meraih mimpi.
Mimpi saya sejak dulu adalah
menjadi wanita karir kantoran. Modis dengan blouse dan blazer. High heels
pantang ketinggalan. Berani, mandiri, dan nggak peduli dengan pertanyaan,
"Kerja terus, kapan kawin?" Duh, itu ideal banget. Dulu.
Target saya
adalah sudah bekerja di perusahaan keren paling lambat saat saya 25 tahun. Saya
kerja keras mencapai target itu. Di usia 22 tahun saya lulus dengan gelar
Sarjana Sastra. Magna cumlaude. Sontak berbagai perusahaan berusaha menggaet.
Mulai dari tawaran menjadi sekertaris di firma hukum, hotel, dan English
trainer di perusahaan tambang. I was on the right track.
Hari kelulusan |
Saya yang dulu: Cuma mikir diri sendiri |
Ada satu hal yang disebut dengan
misteri Ilahi. Somehow Ia mempertemukan saya dengan pria yang kemudian saya
sebut suami dan kami memiliki putri sebelum saya genap 23 tahun. Semua tak jadi
soal sampai saya mendapati ia berkebutuhan khusus akibat Congenital Rubella
Syndrome karena saya terinfeksi virus Rubella di trimester 1 kehamilan.
Profound hearing loss dan retardasi psikomotorik berat. Badannya kaku dan wajib
mengikuti terapi dan pengobatan intensif.
Saya nggak punya ART saat itu.
Pilihan paling bijak hanya resign
dari pekerjaan untuk fokus merawatnya. Dalam sekejap, mimpi saya runtuh. Semua
outfit kece teronggok di lemari. Daster makin jadi koleksi. Dana creambath dan
facial rutin beralih fungsi untuk dana pengobatan. BUTEK di rumah. Saya merasa
ini nggak adil. Kok saya yang ketempuhan?
Yang paling menantang adalah
melawan diri sendiri. Mindset saya. Gaya hidup saya. Mimpi saya. Terutama
target yang saya susun sebelumnya. Berjuang menemukan ritme baru.
Jadi, #BeraniLebih versi Grace Melia
adalah melihat kenyataan, beradaptasi terhadap keadaan, serta menyusun mimpi
dan target baru yang lebih realistis dengan sadar, berani, ikhlas, dan
bertanggungjawab. *tepuk tangan untuk diri sendiri*
Saya
jadi punya mimpi baru. Menggaungkan edukasi tentang Rubella (in particular) dan
TORCH (in general) pada ibu hamil di tengah isu kesehatan yang sudah lebih
diperhatikan seperti autisme dan kanker. Mengapa penting? Karena infeksi TORCH
pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir dengan ini:
Dampak Toksoplasma kongenital (Sumber) |
Dampak Rubella kongenital (Sumber) |
Dampak CMV kongenital (Sumber) |
Dampak HSV kongenital (Sumber) |
Untuk mewujudkan mimpi itu, saya
membentuk Rumah Ramah
Rubella. Meningkatkan awareness masyarakat tentang infeksi TORCH pada
ibu hamil menjadi visi utama. Berbagi informasi mengenai habilitasi anak
difabel menjadi visi pendukung. Perwujudan visi itu adalah:
- Seminar/workshop/gathering
- Fund raising dan pembagian pamflet edukasi
- Program screening TORCH dengan harga terjangkau
- Menjadi narasumber seminar/talkshow
Berbagi di stasiun TV bersama RS swasta Berbagi di acara mahasiswa kesehatan
***
Desember
lalu saya genap 25 tahun. Batal kerja kantoran dengan outfit menawan. Tapi saya
senang. RRR belum genap 2 tahun, tapi sudah punya hampir 5000 anggota. Jika ada
keluarga yang mengerti pentingnya screening TORCH sebelum merencanakan
kehamilan dan anaknya lahir sehat, itu sesuatu banget. Bonus kalau sesekali
bisa diapresiasi dan kampanye di media.
Saya punya keluarga baru! |
Putri saya masih menjalankan
berbagai terapi saat ini sehingga saya masih harus full mengurusnya. Di rumah.
Tapi saya ikhlas. Dialah alasan mengapa saya ada.
Saya yang sekarang: kucel tapi bahagia bersama putri spesial saya |
Dengan begini, saya dipakai-Nya
untuk lebih bermanfaat bagi sesama. Saat ini saya masih 25 tahun, ke depannya
saya akan #BeraniLebih dalam
sosialisasi TORCH yang lebih baik untuk Indonesia.
Ini mimpi saya,
mimpi Rumah Ramah Rubella
|
vote gesiiii love youu
ReplyDeleteSemangat Mba Grace 😊 terharu jadinya...
ReplyDeleteMba grace..terharu
ReplyDeletesemangat mama ubiiiiii Love you mama ubi & ubi
ReplyDelete