Finalis 3: #BeraniLebih Versi Grace Melia

Definisi keren berbeda-beda. Buat saya, manusia keren adalah mereka yang mengenali mimpinya, membuat target untuk mewujudkan mimpi, dan akhirnya meraih mimpi. 

Mimpi saya sejak dulu adalah menjadi wanita karir kantoran. Modis dengan blouse dan blazer. High heels pantang ketinggalan. Berani, mandiri, dan nggak peduli dengan pertanyaan, "Kerja terus, kapan kawin?" Duh, itu ideal banget. Dulu.

Target saya adalah sudah bekerja di perusahaan keren paling lambat saat saya 25 tahun. Saya kerja keras mencapai target itu. Di usia 22 tahun saya lulus dengan gelar Sarjana Sastra. Magna cumlaude. Sontak berbagai perusahaan berusaha menggaet. Mulai dari tawaran menjadi sekertaris di firma hukum, hotel, dan English trainer di perusahaan tambang. I was on the right track.
Hari kelulusan
Saya yang dulu: Cuma mikir diri sendiri

Ada satu hal yang disebut dengan misteri Ilahi. Somehow Ia mempertemukan saya dengan pria yang kemudian saya sebut suami dan kami memiliki putri sebelum saya genap 23 tahun. Semua tak jadi soal sampai saya mendapati ia berkebutuhan khusus akibat Congenital Rubella Syndrome karena saya terinfeksi virus Rubella di trimester 1 kehamilan. Profound hearing loss dan retardasi psikomotorik berat. Badannya kaku dan wajib mengikuti terapi dan pengobatan intensif.

Saya nggak punya ART saat itu.

Pilihan paling bijak hanya resign dari pekerjaan untuk fokus merawatnya. Dalam sekejap, mimpi saya runtuh. Semua outfit kece teronggok di lemari. Daster makin jadi koleksi. Dana creambath dan facial rutin beralih fungsi untuk dana pengobatan. BUTEK di rumah. Saya merasa ini nggak adil. Kok saya yang ketempuhan?  

Yang paling menantang adalah melawan diri sendiri. Mindset saya. Gaya hidup saya. Mimpi saya. Terutama target yang saya susun sebelumnya. Berjuang menemukan ritme baru.

Jadi, #BeraniLebih versi Grace Melia adalah melihat kenyataan, beradaptasi terhadap keadaan, serta menyusun mimpi dan target baru yang lebih realistis dengan sadar, berani, ikhlas, dan bertanggungjawab. *tepuk tangan untuk diri sendiri*

Saya jadi punya mimpi baru. Menggaungkan edukasi tentang Rubella (in particular) dan TORCH (in general) pada ibu hamil di tengah isu kesehatan yang sudah lebih diperhatikan seperti autisme dan kanker. Mengapa penting? Karena infeksi TORCH pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir dengan ini:

Dampak Toksoplasma kongenital (Sumber)
Dampak Rubella kongenital (Sumber)
Dampak CMV kongenital (Sumber)
Dampak HSV kongenital (Sumber)

Untuk mewujudkan mimpi itu, saya membentuk Rumah Ramah Rubella. Meningkatkan awareness masyarakat tentang infeksi TORCH pada ibu hamil menjadi visi utama. Berbagi informasi mengenai habilitasi anak difabel menjadi visi pendukung. Perwujudan visi itu adalah:
  1. Seminar/workshop/gathering 
  2. Fund raising dan pembagian pamflet edukasi 
  3. Program screening TORCH dengan harga terjangkau 
  4. Menjadi narasumber seminar/talkshow 
    Berbagi di stasiun TV bersama RS swasta
    Berbagi di acara mahasiswa kesehatan
***
Desember lalu saya genap 25 tahun. Batal kerja kantoran dengan outfit menawan. Tapi saya senang. RRR belum genap 2 tahun, tapi sudah punya hampir 5000 anggota. Jika ada keluarga yang mengerti pentingnya screening TORCH sebelum merencanakan kehamilan dan anaknya lahir sehat, itu sesuatu banget. Bonus kalau sesekali bisa diapresiasi dan kampanye di media.
Saya punya keluarga baru!


Putri saya masih menjalankan berbagai terapi saat ini sehingga saya masih harus full mengurusnya. Di rumah. Tapi saya ikhlas. Dialah alasan mengapa saya ada.

Saya yang sekarang: kucel tapi bahagia bersama putri spesial saya


Dengan begini, saya dipakai-Nya untuk lebih bermanfaat bagi sesama. Saat ini saya masih 25 tahun, ke depannya saya akan #BeraniLebih dalam sosialisasi TORCH yang lebih baik untuk Indonesia.



Ini mimpi saya, mimpi Rumah Ramah Rubella


Facebook: Grace Melia
Twitter: @gesgeesges

Comments

Post a Comment